Minggu, 25 Desember 2011

pelajaran Ulumul Qur'an

1. ULUMUL QUR’AN
PENGERTIAN ULUMUL QUR’AN
          Secara etimologis, kata Ulumul Qur’an berasal dari bahasa arab yang terdiri dari dua kata, yaitu ‘ulum’ dan ‘Al-Quran’. Kata ulum adalah bentuk jamak dari kata ilmu yang berarti ilmu-ilmu. Kata ulum yang di sandarkan kepada kata al-quran telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan al-quran, baik dari segi peradabanya sebagai al-quran maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, ilmu tafsir, ilmu qira’at , ilmu rasmil Quran, ilmu I’jazil Al-Quran, ilmu Asbabun Nuzul, dan ilmu-ilmu lain yang ada kaitanya dengan Al-Quran menjadi bagian dari Ulumul Quran.
RUANG LINGKUP ULUMUL QUR’AN
            Ulumul Quran merupakan suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas. Ulumul Quran meliputi semua ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Quran, baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa arab, seperti ilmu balaghah dan ilmu I’rab Al-Qur'an. Di samping itu masih banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya. Dalam kitab milik Assyuyuti yang berjudul Al-itqan, menguraikan sebanyak 80 cabang ilmu, dan dari tiap-tiap cabang terdapat beberapa macam cabang ilmu lagi.
            Seorang  Abu bakar ibn al-Arabi yang mengatakan bahwa Ulmul Qur'an terdiri dari 77.450 ilmu. Hal ini di dasarkanya kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-Qur'an dengan di kalikan empat. Sebab, setiap kata dalam al-Qur'an mengandung makna dzohir, batin, terbatas dan tidak terbatas. Namun perhitungan ini masih di lihat dari sudut mufrodatnya. Tetai jika di lihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya maka jumlahnya menjadi tidak terhitung, firman Allah :
 “katakanlah : sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat tuhanku, meskipun kami datangkan sebanyak itu (pula). Q.S. Al-Kahfi : 109
SEJARAH ULUMUL QUR’AN
          Umat islam yang hidup pada masa Nabi sudah mengenal dasar-dasar ‘ulum al-quran meskipun dalam batasan-batasan yang sangat sederhana. Hanya saja pada saat itu ilmu ini tidak di bukakan, karena belum membutuhkanya, semua permasalahan yang berkaitan dengan al-Quran bisa mereka tanyakan langsung kepada nabi saw. Misalnya sahabat pernah bertanya maksud kata “dzhalim” pada surat al-An’am ayat 82, nabi menjelaskan bahwa yang di maksud dengan dzhalim pada ayat tersebut adalah “syirik” (perbuatan syirik).
            Kemudian benih-benih ‘ulum Alquran yang muncul pada generasi awal tersebut di kembangkan, di perluas dan di sempurnakan oleh para ulama yang hidup sesudahnya. Pada abad ke 3 hijriah munculah beberapa tokoh yang menyusun beberpa cabang dari ‘ulum al-quran. Ulama-ulama tersebut yang terkenal di antaranya adalah:
a)        Ali ibn al-madani (w.234 H) menyusun ilmu asbab al nuzul beliau ini merupakan guru dari imam al-bukhari.
b)        Abu ‘Ubaid al-Qasim ibn salam (w. 224 H) menulis tentang Nasikh wal mansukh  serta ilmu Qira’at.
c)        Muhammad ibn Ayyub al-Daris (w. 294 H) menulis tentang ilmu makky wa al-madany. Kitabnya berjudul fadhail al-Qur’an (keutamaan-keutamaan al-Qur’an).
d)       Muhammad ibn Khalaf ibn al-Marzuban (w.309 H) menulis kitab yang di beri judul Al-hawi Fi ‘ulum al-Qur’an (yang terkandung dalam ilmu al-Qur’an).
     Catatan di atas kiranya memberi isyarat bahwa istlah ‘ulum al-Quran sebagai suatu di siplin ilmu yang lengkap tentang al-Quran lahir pada abad 3 Hijiyah. Istilah ‘Ulum al-quran ini untuk pertama kalinya di pakai oleh ibn Marzuban dalam kitabnya al-Hawi Fi ‘Ulum al-Quran.

ALASAN PENTINGNYA MEMPELAJARI ‘ULUMUL QUR’AN
            Ada dua alasan yang sangat mendasar dari pentingnya mempelajari ‘ulumul Quran, yaitu :
Pertama al-Quran merupakan sumber utama ajaran islam, sehingga kita di tuntut untuk mengetahui ilmu dasar yang berkaitan dengan al-Quran itu sendiri.
Kedua ilmu-ilmu al-Quran merupakan alat dan kunci untuk menafsirkan isi kandungan al-Quran. Para pentafsir al-Quran akan mengalami kesulitan memahami dan menafsirkan al-Quran jika mereka tidak memiliki ilmu-ilmu al-Quran yang memadai.
          Dan sebagai umat islam sudah seharusnya timbul kesadaran dari diri kita tentang pentingnya ‘ulumul Quran yang mengajarkan kita bermacam ilmu yang berkaitan dengan sumber hukum agama kita sendiri, terutama tentang berbagai syariat yang telah di atur oleh Allah di dalam al-Quran.

2. AL-QUR’AN dan KANDUNGANYA.
AL-QUR’AN
            Al-qur’an adalah firman atau wahyu yang berasal dari Allah swt. Kepada nabi Muhammad saw. Dengan secara langsung dari Allah ataupun melalui perantara malaikat jibril, yang di jadikan sebagai pedoman serta petunjuk semua umat manusia sampai akhir peradaban dunia kelak.
            Quran sendiri menurut bahasa berarti ‘bacaan’. Di dalam Al-Qur'an sendiri ada pemakaian kata Quraan dalam arti demikian sebagai tersebut dalam ayat 17-18 surat Al-Qiyaamah :
 
 “Sesungguhnya mengumpulkan Al-Quraan (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaanya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan kami (karena itu) jika kami telah membacakanya, hendaklah kamu ikuti bacaanya”.
            Kemudian dari kata Quraan itu di pakai untuk kata Al-Quraan yang di kenal sekarang ini. Adapun definisi lain dari Al-Qur’an ialah kalam Allah s.w.t yang merupakan mu’jizat yang di turunkan (di wahyukan) kepada nabi Muhammad dan membacanya adalah ibadah.
NAMA-NAMA AL-QUR’AN
            Allah member nama kitab-Nya dengan nama Al-Qur'an, yang berarti ‘bacaan’. Arti ini dapat kita lihat dalam surat Al-Qiyaamah ayat 17 dan 18 di atas.
            Nama ini dikuatkan oleh ayat-ayat yang terdapat dalam surat Al-Isra ayat 88, surat Al-Baqarah ayat 85, surat Al-Hijr ayat 87, surat thaha ayat 2, surat An-Naml ayat 6,Al-Ahqaaf ayat 29, surat Al-Waaqi’ah ayat 77, surat Al-Hasyr 21 dan surat Ad-Dahr ayat 23.
            Menurut pengertian ayat-ayat di atas Al-Qur'an itu di pakai sebagai nama bagi kalam Allah yang di wahyukan kepada Nabi Muhammad saw.
            Selain Al-Qur'an. allah juga memberi beberpa nama bagi kitab-Nya. Seperti :
1)   Al-Kitab atau Kitabullah : merupakan synonym  fari perskataan Al-Qur'an, sebagaiman di sebutkan dalam Al-Baqarah ayat 2 yang artinya : “kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya …
2)   Al-Furqaan artinya pembeda, ialah yang membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Sebagaimana di sebutkan dalam surat Al-Furqaan ayat 1 yang artinya : “maha agung Allah swt. Yang telah menurunkan Al-Furqaan, kepada hamba-Nya, agar ia menjadi peringatan kepada seluruh alam”
3)   Adz-dzikr : artinya peringatan. Sebagaimana yang di sebutkan dalam  surat Al-Hijr ayat 9 yang artinya : “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan “Adz-dzikir” dan sesungguhnya Kamilah penjaganya”
            Dari nama yang empat tersebut di atas, yang paling mahsyur dan merupakan nama khas ialah Al-Qur'an. Selain dari nama-nama yang empat itu ada lagi beberapa nama bagi Al-Qur'an.
GARIS BESAR KANDUNGAN Al-QUR’AN
            Di dalam surat-surat dan ayat-ayat alquran terkandung kandungan yang secara garis besar dapat kita bagi menjadi beberapa hal pokok atau hal utama beserta pengertian atau arti definisi dari masing-masing kandungan inti sarinya, yaitu sebagaimana berikut ini :
1.    aqidah.
2.    Ibadah.
3.    Akhlak.
4.    Hokum-hukum syari’ah.
5.    Peringatan atau tadzkir.
6.    Sejarah atau kisah-kisah.
7.    Dorongan untuk berfikir.

3. WAHYU dan KANDUNGANYA
PENGERTIAN WAHYU
            Al-wahyu adalah kata masdar/infinitif, dan materi kata itu menunjukkan dua dasar, yaitu tersembunyi dan cepat. Oleh sebab itu, maka dikatakan bahwa wahyu adalah pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat yang khusus diberikan kepada orang yang diberitahu tanpa diketahui orang lain. Inilah pengertian masdarnya. Tetapi, kadang-kadang juga bahwa yang dimaksudkan adalah al-muha, yaitu penger tian isim maf’ul yang diwahyukan.
MACAM-MACAM WAHYU
            Ada bermacam-macam wahyu syar'i, dan yang terpenting ialah sebagaimana penjelasan berikut :
            Pertama : Taklimullah (Allah Azza wa Jalla berbicara langsung) kepada NabiNya dari belakang hijab. Yaitu Allah Subhanahu wa Ta'ala menyampaikan apa yang hendak Dia sampaikan, baik dalam keadaan terjaga maupun dalam keadaan tidur. Sebagai contoh dalam keadaan terjaga, yaitu seperti ketika Allah Azza wa Jalla berbicara langsung dengan Musa Alaihissallam, dan juga dengan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam pada peristiwa isra' dan mi'raj.
            Kedua : Allah Azza wa Jalla menyampaikan risalahNya melalui perantaraan Malaikat Jibril, dan ini meliputi beberapa cara, yaitu :
1.    Malaikat Jibril menampakkan diri dalam wujud aslinya. Cara seperti ini sangat jarang terjadi, dan hanya terjadi dua kali.
2.    Malaikat Jibril Alaihissallam terkadang datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam wujud seorang lelaki. Biasanya dalam wujud seorang lelaki yang bernama Dihyah al Kalbiy.
3.  Malaikat Jibril mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, namun ia tidak terlihat. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengetahui kedatangan Malaikat Jibril dengan suara yang mengirinya. Terkadang seperti suara lonceng, dan terkadang seperti dengung lebah.
PERBEDAAN WAHYU, ILHAM dan TA’LIM
Perbedaan wahyu dengan ilham
          ilham itu suatu kasyaf ma’nawi karena wahyu itu hasil dengan mempersaksikan mereka dan mendengar tidurnya.Golongan lain berkata wahyu itu khusus untuk Nabi, sedangkan ilham untuk umum. Lagipula wahyu itu penyampaiannya kepada umat.
Perbedaan ilham dengan ta’lim
Ta’lim (member pelajaran) bersandar kepada pengetahuan danpenyelidikan, ilham tidak disandarkan dan tidak pula bersandar kepada pengetahuan yang hasil dari menyelami dalil-dalil agama, hanya satu nama bagi garisan-garisan hati yang diciptakan Allah dalam jiwa orang yang berakal, lalu ia sadar dan memahamkan maksud dengan secepat mungkin.
Karena inilah dinamai orang yang dapat mengetahui dengan kesempurnaan, kecerdikannya apa yang tidak bisa dilihat oleh mata. Oleh karena itu ditafsirkan wahyu kepada lebah dengan ilham bukan dengan ta’lim.
4. ILMU NUZUL AL-QUR’AN
PENGERTIAN NUZULUL QUR’AN
            Nuzulul Qur'an artinya adalah turunya Al-Qur'an, turunya Al-Qur'an untuk yang pertama kalinya biasa di peringati oleh umat islam yang di kemas dalam suatu upacara yang di sebut dengan Nuzulul Qur'an. Turunya Al-Qur'an untuk yang pertama kalinya merupakan tonggak sejarah munculnya satu syari’at baru dari agama tauhid yaitu agama islam. Sebagai penyempurna dari agama-agama tauhid sebelumnya.
            Nuzulul Qur'an secara harfiah berarti turunya Al-Qur'an adalah istilah yang merujuk kepada peristiwa penting penurunan wahyu Allah swt. Pertama kepada Nabi dan rasul terakhir agam islam yakni Nabi Muhammad saw.

SEJARAH NUZULUL QUR’AN
            Al-Qur'an turun sebagai pemecah kebuntuan di saat bejatnyamoral bangsa Arab sudah sampai pada puncaknya, budaya mereka yang jahiliyah telah merajalela, dengan menegakan filosofi mereka yaitu siapa yang kuat dialah yang menang dan hancurnya tatanan kemasyarakatan karena tidak adanya aturn hukum yang baku. Oleh Karena itulah Allah swt. Membuat satu penyelamatan dengan sebuah scenario yang jitu yang menyelamatkan bangsa Arab dari kehancuran dengan di utusnya seorang Nabi akhir zaman yaitu Muhammad saw.
            Menurut tarikh Islam, Al-Qur'an turun untuk pertama kalinya pada tanggal 17 Ramadhan di saat Nabi Muhammad saw. Sedang berada di gua Hira. Firman Allah swt : “sesungguhnya Kami telah menurunkanNya (Al-Qur'an) pada malam kemuliaan” [97:1]. Yang di maksud dengan malam kemuliaan menurut para ulama adalah malam Lailitul Qadar. Atau dalam ayat lain Allah swt. Mengatakan : “Haa Miim. [Demi kitab (Al-Qur'an) yang menjelaskan]. Sesungguhnya kami menurunkanNya pada suatu malam yang di berkahi,dan sesungguhnya Kamilah yang member peringatan” [44:1-3].
            Gua Hira yaitu gua yang terletak di jabal Nur kurang lebih 2 kilometer dari kota mekkah. Di gua itulah Nabi Muhammad saw. Merenung dan berfikir meminta petunjuk kepada Yang Maha Kuasa untuk merubah moral bangsanya yang telah melebihi batas toleransi. Saat itulah beliau di datangi oleh malaikat Jibril yang di utus oleh Allah swt. Untuk menyampaikan wahyu untuk yang pertama kalinya, pada saat itu Muhammad saw. Berusia 40 tahun.
            Yang menarik dari proses turunya wahyu itu adalah di saat jibril memerintahkan kepada Muhammad saw. Untuk Iqra (membaca). Jibril mengatakan : Iqra yaa Muhammad !, saat itu Muhammad saw. Menjawab : Maa ana iqra ?. untuk pengertian ini para ulama berbeda pendapat, ada yang mengatakan bahwa Muhammad saw. Tidak bisa membaca. Sedangkan yang lain berpendapat bahwa Muhammad saw. Bisa membaca tapi beliau bingung apa yang harus di bacanya.
            Selanjutnya Jibril membacakan surat Al-Alaq ayat 1-5 seperti ini :
 
   
          Yang kemudiandi ikuti oleh Muhammad saw. Dengan lancar dan fasih. Inilah ayat yang pertama turun yang menjadi tonggak sejarah bagi umat Islam dan kerasulan Nabi Muhammad saw. Selanjutnya Allah swt. Menurunkan ayat-ayat Al-Qur'an lainya secara beranagsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari.

HIKMAH DIWAHYUKANYA AL-QUR’AN SECARA BERANGSUR-ANGSUR
Hikmah di turunkanya Al-Qur'an secara berangsur antara lain :
1)        Meneguhkan juga menghibur hati Rasulullah saw. Dalam melaksanakan tugas, saat menghadapi kesulitan, kesedihan atau perlawanan dari orang-orang kafir (Q.S Al-Furqon 32-33.Q.S Al-Ahqhof:5) dan sebagainya.
2)        Untuk memudahkan Nabi dalam menghafal lafadz Al-Qur'an yang merupakan kalam Allah swt. Yang sangat berbobot isi maknanya, sehingga memerlukan hafalan dan kajian secara khusus.
3)        Agar mudah di mengerti dan di laksanakan segala isinya oleh umat Islam.
4)        Jika Al-Qur'an di turunkan secara sekaligus, umat Islam pasti akan kesulitan dalam membedakan mana ayat yang nasakh dan mana yang mansukh.
5)        Untuk meneguhkan dan menghibur hati umat Islam yang hidup semasa Nabi.
6)        Untuk member kesempatan sebaik-baiknya kepada umat Islam untuk meniggalkan sikap, mental atau tradisi-tradisi jahiliyah yang negative secara berangsur-angsur.
7)        Untuk mebuktikan bahwa Al-Qur'an benar-benar kalam Allah swt. Bukan kalam Muhammad saw. Jadi, diturunkanya Al-Qur'an secara berangsur-angsur ini untuk menepis anggapan tersebut.

5. SEJARAH PEMBUKUAN AL-QUR’AN
PEMBUKUAN AL-QUR’AN PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW
            Pada massa Rasulullah penulisan Al-Qur'an masih sangat terbatas, sampai-sampai para sahabat menulis Al-Qur'an di pelepah-pelepah kurma, lempengan-lempengan batu dan keeping-kepingan tulang hewan. Meskipun al-Qur'an sudah tertuliskan pada masa Rasulullah, tetapi Al-Qur'an masih berserakan tidak terkumpul menjadi satu mushaf.
            Pada saat itu memang sejangaja di bentuk dengan hafalan yang tertanam dalam dada para sahabat. Dan tidak di bukukan di dalam satu mushaf di karenakan Rasulullah saw. Masih menunggu wahyu yang akan turun selanjutnya, dan sebagian ayat-ayat Al-Qur'an ada yang dimansukh oleh ayat yang lain.

PEMBUKUAN AL-QUR’AN PADA MASA ABU BAKAR
            Pada perang yamamah (12 H) umat Islam kehilangan sekitar 70-an Qori’ dan Hufadz, dari sekian banyaknya para hufadz yang gugur, umar khawitir Al-Qur'an akan punah dan tidak akan terjaga, kemudian umar mengusulkan kepada khalifah Abu Bakar untuk membukukan Al-Qur'an yang masih berserakan kedalam satu mushaf. Pada awalnya menolak karena hal itu tidak pernah di lakukan pada masa Rasul. Namun dengan terbukanya hati Abu Bakar akhirnya usulan di terima. Yang kemudian diserahkan urusan tersebut kepada Zaid bin Tsabit. Setelah tersusun kemudian Zaid menyerahkan hasil penyusunanya kepada Abu Bakar dan beliau menyimpananya sampai wafat.



PEMBUKUAN AL-QUR’AN PADA MASA UTSMAN bin AFFAN

            Setelah pulang dari peperangan melawan Syam bagian Armenia dan Azerbaijan bersama penduduk Iraq Hufaidzah bin Yaman melaporkan adanya perbedaan Qiro’ah kepada Utsman bin Affan, karena masing-masing suku mengklaim Qiro’ahnya lah yang paling benar sekaligus ia mengusulkan untuk menindak perbedaan dan mambuat kebijakan, di khawatirkan akan terjadi perpecahan di kalangan umat Islam tentang kitab suci, seperti seperti perbedaan yang terjadi di kalangan umat Yahudi dan Nasrani yang mempermasalahkan perbedaan kitab Injil dan Taurat.
            Selanjutnya Utsman bin Affan membentuk panitia  yang di pimpin oleh Zaid bin Harist. Ustman memerintahkan Zaid untuk mengambil mushaf yang berada di rumah hufsah dan menyeragamkan bacaan dengan satu dialeg yakni dialeg Qurays. Utsman bin Affan menyuruh Zaid untuk memperbanyak mushaf yang di perbarui menjadi enam mushaf untuk di kirim ke suluruh wilayah kekuasaan Islam. Demikian terbentuknya mushaf usmani di karenakan adanya pembaruan mushaf pada masa khalifah Utsman.

6. ILMU ASBABUN NUZUL
PENGERTIAN ASBABUN NUZUL
            Secara Istilah, Asbabun Nuzul adalah sesuatu yang melatar belakangi turunya suatu ayat, yang mengungkapkan suatu permasalahan dan menerangkan hukum sesuatu pada saat terjadinya suatu peristiwa.
            Berdasarkan definisi di atas dapat di ketahui bahwa sebab-sebab turunya suatu ayat itu kadangkalanya berbentuk peristiwa dan adakalnya berbentuk pertanyaan. Dalam hal ini Asbabun Nuzul sifatnya situasional, yakni situasi yang kadangkalanya di dahului pertanyaan yang di tanyakan oleh sahabat kepada Nabi Muhammad saw. Untuk mengetahui hukum syara’ atau juga untuk menafsirkan sesuatu yang berkaitan dengan agama. Adakalanya juga situasi yang berupa gambaran peristiwa yang  terkandung dalam ayat itu sendiri. Dengan adanya situasi-situasi tertentu  ketika di turunkan ayat Al-Qur'an dari segi sebab-sebab turunya dapat di kelompokan ke dalam dua bagian yakni : pertama, kelompok ayat-ayat yang turun tanpa di dahului sebab. Kedua : kelompok ayat-ayat yang turun di dahului oleh sebab tertentu.
            Dengan demikian, tidak semua ayat Al-Qur'an harus mempunyai sebab-sebab turun. Bahkan ayat yang tidak mempunyai sebab turun jumlahnya lebih banyak dari ayat-ayat yang mempunyai sebab turun.

7. ILMU NASIKH dan MANSUKH
PENGERTIAN NASAKH WA AL-MANSUKH
            Secara etimologis Nasakh dapat di artikan menghapus, menghilangkan, memindahkan dan menyalin, megubah dan mengganti. Sedangkan secara istilah Nasakh dapat di definisikan sebagai hukum syara’ atau dalil syara’ yang menghapus dalil syara’ teradahulu dan menggantinya dengan ketentuan hukum baru yang di bawahnya.
            Sedangkan secara istilah Mansukh adalah hukum syara’ yang di ambil dari daliln syara’ yang pertama yang belum di ubah, dengan dibatalkan dan diganti oleh hukum dari dalil syara’ baru yang datang kemudian.
            Dengan demikian, mengacu pada definisi Al-Nasakh Wa Al-Mansukh di atas baik secara bahasa maupun istilah pada dasarnya secara eksplisit Al-Nasakh Wa Al-Mansukh mensyaratkan beberapa hal antara lain :
1)   Hukum yang di Mansukh adalah hukum syara’ yang berarti hukum tersebut bukan hukum akal atau hukum buatan manusia.
2)   Dalil yang menghapus hukum syara’ harus juga berupa hukum syara’. Hal ini sebagaimana yang di tegaskan oleh Allah swt. Dalam Q.S An-Nisa:59
3)   Dalil yang di mansukh harus datang setelah dalil yang di hapus.
4)   Terdapat kontradiksi atau pertentangan yang nyata antara dalil pertama dan kedua sehingga tidak bisa di kompromikan (saling menguatkan).

CARA MEMBEDAKAN AL-NASAKH WA AL-MANSUKH
            Setelah memahami pengertian Al-Nasakh Wa Al-Mansukh diatas, pertanyaanya sekarang adalah bagaiman cara untuk mengetahui dan membedakanya. Menjawab pertanyan ini Al-Qattan memberikan rumusan bahwa Al-Nasakh Wa Al-Mansukh dapat diketahui dengan  cara-cara sebagai berikut :
1)   Terdapat keterangan yang tegas dari Nabi atau sahabat.
2)   Terdapat kesepakatan umat antara ayat yang di Nasakh dan ayat yang di Mansukh. Artinya, jika ketentuan datangnya dalil-dalil tersebut dapat di ketahui dalam kalimat-kalimat dalil itu sendiri, maka harus ada ijma’ ulama dalam menentukan hal tersebut.
3)   Di ketahui dari salah satu dalil nash mana yang pertama dan mana yang kedua. Contoh Q.S Al-Mujadilah ayat 12 yang menasakh ayat 13 tentang keharusan bersedekah ketika menghadiri majelis Rasul.

9. ILMU MAKKY dan MADANY
PENGERTIAN ILMU MAKKY dan MADANY
            Definisi yang populer tentang ilmu Makky dan Madany di kalangan para ulama, yaitu, Makky adalah turunya suatu ayat atau surat sebelum Nabi hijrah ke madinah meskipun turunya di luar daerah mekkah. Madany adalah ayat atau surat yang turun setelah Nabi hijrah ke madinah meskipun turunya di luar daerah Madinah.
            Namun masih ada dua definisi lainya yang masing-masing mengandung tiga unsure yang sama, yaitu masa, lokasi, dan sasaran ayat atau surat yang turun.          

PERBEDAN AYAT-AYAT MAKKY dan MADANY
Untuk membedakan makki dan madani, para ulama mempunyai tiga cara pandangan yang masing-masing mempunyai dasarnya sendiri.
Pertama. Dari segi waktu turunnya. Makki adalah yang diturunkan sebelum hijrah meskipun bukan dimekkah. Madani adalah yang turun sesudah hijrah meskipun bukan di madinah. Yang diturunkan sesudah hijrah sekalipun dimekkah atau Arafah. 
Kedua. Dari segi tempat turunnya. Makki adalah yang turun di mekkah dan sekitarnya. Seperti Mina, Arafah dan Hudaibiyah. Dan Madani ialah yang turun di madinah dan sekitarnya. Seperti Uhud, Quba` dan Sil`.
 Ketiga. Dari segi sasarannya. Makki adalah yang seruannya ditujukan kepada penduduk mekkah dan madani ditujukan kepada penduduk madinah. Berdasrkan pendapat ini, para pendukungnya menyatakan bahwa ayat Qur`an yang mengandung seruan yaa ayyuhannas ( wahai manusia ) adalah makki, sedang ayat yang mengandung seruan yaa ayyu halladziina aamanuu ( wahai orang-orang yang beriman ) adalah madani.

ILMU FAWATIUHUS SUWAR
PENGERTIAN FAWATIHUS SUWAR
            Secara bahasa, fawatih al-suwar adalah pembukaan-pembukaan surat yang
terdapat dalam al-qur’an, karena posisinya terletak diawal surat dalam al-qur’an.
Seluruh surat dalam al-qur’an di buka dengan sepuluh macam pembukaan dan
tidak ada satu surat pun yang keluar dari sepuluh macam tersebut. Setiap macam
pembukaan memiliki rahasia tersendiri sehingga sangat penting untuk kita
pelajari. Diantara pembuka surat itu diawali dengan huruf-huruf terpisah (al-Ahruf al-Munqata’ah). Dan orang sering mengidentikan dengan fawatiuhus suwar.

MACAM-MACAM FAWATIHUS SUWAR
            Beberapa ulama telah melakukan penelitian tentang fawatih al-suwar
dalam al-Qur’an, diantaranya adalah imam al-Qasthalani, beliau membagi kepada
sepuluh macam. Sementara ibnu Abi al-Isba juga telah melakukan penelitian dan
beliau membagi kepada lima macam saja,dan dalam pembahasan ini kami akan
mengetengahkan pendapat milik al-Qasthalani saja :
Adapun sepuluh macam menurut beliau adalah:
1)        Pembukaan pujian kepada Allah swt.
Pujian kepada Allah ada dua macam yaitu:
A. Menetapkan sifat-sifat terpuji .
B. Mensucikan Allah dari sifat-sifat negatif  (صقن   تافص   نع   حبشت) dengan menggunakan lafaz tasbih (subhanallazi ,sabbihismarabbikallazi  ,sabbahalillah).
2)        Pembukaan dengan panggilan atau al-istiftah bin nida (ءادنب حتفتس الا)
Nida disini ada 3 macam, yaitu Nida untuk Nabi, Nida untuk mukminin, dan Nida untuk manusia.
3)        Pembukaan dengan huruf-huruf yang terputus .Pembukaan dengan huruf-huruf ini terdapat dalam 29 surat dengan memakai 14 surat tanpa diulang.
4)        Pembukaan dengan sumpah . Terdapat dalam 16 surat ,dan dibagi kepada tiga bagian.
5)        Pembukaan dengan kalimat (jumlah) . Khabariah ada 23 surat dan dibagi dua macam.
6)        Pembukaan dengan Syarat . Yang terdiri dari tujuh surat.
7)        Pembukaan dengan kata perintah. Adapun pembukaannya terdiri dari enam surat.
8)        Pembukaan dengan pertanyaan atau (al-Istiftah bil Istifham). Bentuk pertanyaan ini ada dua macam.
9)        Pembukaan dengan do’a. Ada tiga surat didalam al-Qur’an.
10)    Pembukaan dengan alasan (al-Istiftah bit-Ta’lil).

KEDUDUKAN PEMBUKA SURAT AL-QUR’AN
            Menurut As-Suyuti, pembukaan-pembukaan surat (awail Al-Suwar) atau huruf-huruf potongan (Al-Huruf Al-Muqatta’ah) ini termasuk ayat-ayat mutasyabihat. Sebagai ayat-ayat mutasyabihat, para ulama berbeda pendapat lagi dalam memahami dan menafsirkannya. Dalam hal ini pendapat para ulama pokoknya terbagi dua. Pertama, kelompok ulama yang memahaminya yaitu sebagai ayat rahasia yang hanya diketahui Allah Swt. Kedua, pendapat yang memandang huruf-huruf di awal surat-surat ini sebagai huruf-huruf yang mengandung pengertian yang dapat dipahami oleh manusia. Karena itu penganut pendapat ini memberikan pengertian dan penafsiran kepada huruf-huruf tersebut.

            Dengan keterangan di atas, jelas bahwa pembukaan-pembukaan surat ada 29 macam yang terdiri dari tiga belas bentuk. Huruf yang paling banyak terdapat dalam pembukaan-pembukaan ini adalah huruf Alif dan Lam , kemudian Mim , dan seterusnya secara berurutan huruf  ; Ha , Ra’ , Sin , Ta , Shad , Ha , dan Ya , ‘Ain , dan Qhaf , dan akhirnya Kaf ,dan Nun.

PENDAPAT ULAMA TENTANG FAWATIHUS SUWAR
            Para ulama banyak yang membicarakan masalah ini diantara mereka ada yang berani menafsirkan nya, yang mana huruf-huruf itu adalah rahasia yang Allah saja yang mengetahuinya.
            Ada pun Seorang As-Suyuti menukil pendapat ibnu Abbas tentang hurup tersebut adalah sebagai berikut: diantaranya: مل ا yang berarti hanya aku yang paling tahu kemudian ص مل ا yang berarti A’lamu wa Afshilu yaitu hanya aku yang paling mengetahui dan yang menjelaskan suatu perkara, sedangkan ر مل ا berarti Ana Ara yang berarti aku melihat.

10. AL-MUHKAM dan MUTASYABIH
PENGERTIAN AL-MUHKAN dan MUTASYABIH
            Menurut bahasa Muhkan berasal dari kata hakamta al-dabbata wa ahkamtu, yang memiliki arti ‘menahan’, kalimat ahkamu al amr berarti saya menyempurnakan suatu hal dan mencegahnya dari kerusakan. Dari pengrtian tersebut, maka beberapa ulama berpandangan bahwa semua Al-Qur'an itu muhkam. di katakan muhkam karena Al-Qur'an itu kata-ktanya kokoh, jelas, dan membedakan antar yang hak dan yang batil. Inilah yang di maksud dengan batasan muhkam dalam arti am.
            Adapun Al-Mutasayabih artinya tasyabuh, yakni bila salah satu dari dua hal serupa denganyang lain. Mutasyabih bisa juga berarti sama dari zahirnya, tapi beda dari sisi artinya.

SEBAB-SEBAB TERJADINYA TASYABUH DALAM AL-QUR’AN
            Dengan bahasa yang cukup sederhana, Hasbi ash-Shiddieqy mengungkapkan bahwa yang menyebutkan munculnya tasyabuh adalah firman Allah dalam QS. Al-Imran (3): 7. Dalam ayat ini telah dinyatakan bahwasanya muhkam adalah imbangan mutasyabih, sebagaimana orang-orang rasikh (mendalam) ilmunya dalam imbangan orang-orang yang ada kesesatan dalam jiwanya. Para ulama telah menjadikan imbangan-imbangan ini sebagai dasar untuk mendefinisikan muhkam dan mutasyabih. Dalam konteks ini bisa dikatakan sebagai sebab munculnya tasyabuh dalam Alquran .

PANDANGAN ULAMA TENTANG AYAT MUTASYABIH
            Sebelum berbicara tentang pandangan dan sikap ulama terhadap ayat-ayat mutasyabih, ada baiknya diterangkan pula pandangan mereka terhadap keberadaan ayat-ayat muhkam dan mutasyabih. Terhadap hal ini, terdapat tiga pendapat. Pertama, bahwa Alquran seluruhnya adalah muhkam, mengingat firman Allah Hud (11): 1. Kedua, bahwa Alquran seluruhnya adalah mutasyabih, mengingat firman Allah Az Zumar (39): 23

11. I’JAZUL QUR’AN
PENGERTIAN I’JAZUL QUR’AN
            I’jaz (kemukjizatan) adalah penetapan kelemahan. Kelemahan menurut pengertian umum adalah ketidakmampuan mengerjakan sesuatu, lawan dari kemampuan. Apabila kemukjizatan telah terbukti, maka nampaklah kemampuan mu’jiz (sesuatu yang melemahkan), yang dimaksud dengan i’jaz ialah menampakkan kebenaran Nabi dalam pengakuannya sebagai seorang Rasul dengan menampakkan kelemahan orang Arab untuk menghadapi mukjizatnya yang abadi, yaitu al-Qur’an, dan kelemahan generasi-generasi sesudah mereka. 

MACAM-MACAM MU’JIZAT AL-QUR’AN
          Dalam menjelaskan macam-macam I’jazil Qur’an para ulama berbeda pendapat. Hal ini disebabkan karena perbedaan tinjauan masing-masing. Dr. Abd. Rozzaq Naufal, dalam kitab Al-I’jazu al-Adadi Lil Qur’anil Karim menerangkan bahwa i’jazil Qur’an itu ada 4 macam, adalah sebagai berikut :
1) Al-I’jazul Balaghi yaitu kemukjizatan segi sastra balaghahnya, yang muncul ada pada masa peningkatan mutu sastra Arab.
2) Al-I’jazut Tasyri’i yaitu kemukjizatan segi pensyariatan hukum-hukum ajarannya yang muncul pada masa penetapan hukum-hukum syari’at Islam.
3) Al-I’jazul Ilmu yaitu kemukjizatan segi ilmu pengetahuan, yang muncul pada masa kebangkitan ilmu dan sains di kalangan umat Islam.
4) Al-I’jazul Adadi, yaitu kemukjizatan segi quantity / matematis, statistik yang muncul pada abad ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang.
SEGI-SEGI KEMU’JIZATAN AL-QUR’AN
                Imam al-Zarkasyî dalam al-Burhân fî ‘Ulûm al-Qur’ânmendaftar pendapat-pendapat yang berbeda tentang segi kemukjizatan al-Qur’an:
1) yang menyatakan kemukjizatan al-Qur’an terletak pada aspek kebahasaan, 2) yang menganut paham sharfah, 3) yang menegaskan bahwa kemukjizatan al-Qur’an tak bisa dilukiskan dalam kata-kata, dan 4) yang membenarkan semua pendapat sebelumnya.

12. MUNASABAH AL-QUR’AN
PENGERTIAN MUNASABAH AL-QUR’AN
            Menurut imam Zarkasyi. Imam Zarkasyi sendiri memaknai munâsabah sebagai ilmu yang mengaitkan pada bagian-bagian permulaan ayat dan akhirnya, mengaitkan lafadz umum dan lafadz khusus, atau hubungan antar ayat yang terkait dengan sebab akibat, ‘illat dan ma’lul, kemiripan ayat, pertentangan (ta’arudh) dan sebagainya.        

URGENSI MEMPELAJARI MUNASABAH AL-QUR’AN
            Mengkaji munasabah al-Qur’an dapat dianggap penting, karena akan diperoleh faedah memperoleh pemahaman yang lebih sempurna dari teks al-Qur’an. Karena persoalan munasabah termasuk dalam kategori ijtihad, maka kaidah-kaidahnya pun bersifat ijtihadi. Namun secara umum mereka sepakat bahwa kaidah Ilmu Mantiq serta Ilmu Bahasa mutlak diperlukan. Dengan demikian analisis filosofis serta analisis bahasa menjadi penting dalam metodologi penelitian munasabah al-Qur’an. Munasabah al-Qur’an dengan demikian dapat pula menjadi salah satu cabang Ilmu Al-Qur’an yang penting dan strategis. Ilmu Munasabah ini sekaligus menjadi sebuah perangkat yang melengkapi metodologi pemahaman al-Qur’an secara konprehensif.

13. TAFSIR, TA’WIL DAN TARJAMAH
PENGERTIAN TAFSIR, TA’WIL DAN TARJAMAH
            Tafsir adalah keterangan atas Al-Qur’an yang belum dimengerti Maksudnya, penjelasan atas ayat- ayat Al-Qur’an Tafsir secara Etimologis adalah penjelasan dan mengungkapkan kata tafsir diambil dari kata fassara – yupassiru- tafsiran yang berarti keterangan atau uraian.
            Ta’wil menurut bahasa, terambil dari kata awala yaitu kembali kepada asal. Adapun menurut ulama terdahulu, Ta’wil artinya Tafsir karena itu bila dikatakan Tafsir Ta’wil Al-Qur’an, maka pengertiannya sama Ibn Jabir Al-tabari mengatakan dalam tafsirnya, suatu pendapat tentang ta’wil dalam firman Allah ini … atau ahli Ta’wil berbeda pendapat tentang ayat ini… 
            Tarjamah berasal dari bahasa Arab yang berarti memindahkan makna lafal kedalam bahasa lain, menurut pengertian istilah ” urfi ” tarjamah ialah memindahkan pembicaraan dari satu bahsa ke bahasa lain. Tarjamah ialah memindahkan makna kata bahasa pertama kepada kedua.
PERBEDAAN TAFSIR NIL AL-MATSUR dan AL-RA’Y
            Tafsir bil-ma’tsur adalah penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang didasarkan dan mengutip ayat-ayat al-Qur’an yang lain, Sunnah yang tertuang dalam hadits-hadits Nabi, pendapat Shahabat dan Tabi’in. sedangkan Tafsir bir-ra’yi adalah penafsiran al-Qur’an yang didasarkan pada pendapat pribadi mufassir setelah terlebih dahulu memahami bahasa dan adat istiadat bangsa Arab. Berijtihad tanpa memperhatikan penjelasan Nabi sebagai mubayyin maupun penjelasan shahabat-shahabatnya.